Musim Politik Sekarang ini di "Negara Indonesia" sangat Riskan, Pemerintah yang sedang berupaya memperbaiki keterpurukan Ekonomi malah dianggap salah oleh Koalisi Kubu lawan Politik Jokowidodo selaku Presiden Republik Indonesia. Berbagai Upaya dilakukan Oleh Lawan Politik "Jokowidodo" untuk menjatuhkan Pemerintahan. Mengapa Seluruh Kekuatan Ingin Melawan Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia sekalingus Capres 2019..!??
1. Jokowi Pribadi yang sederhana tidak terikat dengan TNI maupun Polri.
2. Jokowi sudah menghancurkan Kerajaan Bisnis Soeharto, Cendana.
3. Kita Paham bahwa Anak Susilo Bambang Yudoyono (SBY) Kawin dengan Anak Hatta Rajasa dengan tujuan "Bisnis Mafia BBM, BLT, Proyek Wisma Atlit (Hambalang), Mesin KPU, BANK CENTURY" DLL.
4. Apakah kita lupa dengan Anak Amin Rais yang kawin dengan Anak Zulkifli Hasan demi mengamankan Korupsi Jutaa Hektar Pembukaan Hutan.
1. Jokowi Pribadi yang sederhana tidak terikat dengan TNI maupun Polri.
2. Jokowi sudah menghancurkan Kerajaan Bisnis Soeharto, Cendana.
3. Kita Paham bahwa Anak Susilo Bambang Yudoyono (SBY) Kawin dengan Anak Hatta Rajasa dengan tujuan "Bisnis Mafia BBM, BLT, Proyek Wisma Atlit (Hambalang), Mesin KPU, BANK CENTURY" DLL.
4. Apakah kita lupa dengan Anak Amin Rais yang kawin dengan Anak Zulkifli Hasan demi mengamankan Korupsi Jutaa Hektar Pembukaan Hutan.
Dan untuk fakta lainnya silahkan anda baca dengan teliti tulisan dari "Denny Siregar" berikut ini..
Sekarang ini, untuk mengetahui siapa saja para Penghianat NKRI, Carilah Orang, Kelompok atau Partai yang telah membantu Singapura menjadi Kaya dan NKRI justru menjadi miskin. Mereka Sangat bersemangat dan selalu meneriakkan #2019GantiPresiden, dan Hal ini perlu dipertanyakan, mengapa!?? "Karena Kerajaan Pencipta Pundi-pundi Uang Mereka telah diobrak-abrik oleh Presiden Jokowidodo.
Sekarang ini, untuk mengetahui siapa saja para Penghianat NKRI, Carilah Orang, Kelompok atau Partai yang telah membantu Singapura menjadi Kaya dan NKRI justru menjadi miskin. Mereka Sangat bersemangat dan selalu meneriakkan #2019GantiPresiden, dan Hal ini perlu dipertanyakan, mengapa!?? "Karena Kerajaan Pencipta Pundi-pundi Uang Mereka telah diobrak-abrik oleh Presiden Jokowidodo.
Nah, Sebelum Jokowi naik panggung Politik Nasional, Negeri yang Kaya akan SDA ini bersusah payah harus Impor Minyak agar kebutuhan BBM dalam Negeri terpenuhi dan impor BBM itu dibiayai dari Subsidi agar rakyat marasa nyaman dan Subsidi itu didapat dari hutang.
Mengapa Demikian ?
Negeri ini berpuluh-puluh tahun dibiarkan tergantung Impor BBM karena kapasitas kilang BBM tidak ditambah. Bayangkanlah dengan Kapasitas Kilang yang dimiliki hanya 800 ribu Barrel sementara kebutuhan BBM mencapai 1,4 juta Barrel, lalu yang 600 ribu Barrel dari mana? Solusinya impor ! lalu Siapa yang diuntungkan ?
Perhatikan Tataniaganya :
Petral yang merupakan Anak Usaha Pertamina berubah menjadi lebih berkuasa dan strategis dibanding induknya Pertamina dengan mengontrol 60% impor BBM. Artinya Petral mengelola 60% pengeluaran Pertamina, Petral yang berdiri di Singapura dan tidak punya aset mengendalikan 60% Operasional Pertamina. Semua tahu dibalik Petral adalah para "Pemain" yang dekat dengan Elit Poltik. Mari berhitung di tahun 2012 (saat harga minyak mentah dunia kisaran US$ 100), jika kebutuhan impor 400 ribu Barrel/day x BBM impor rata2 US$ 140 x 365 hari x Rp 12.000 = Rp 245 triliun. Bagaimana tidak enak, hanya tinggal duduk dibelakang meja Proyek senilai Rp 245 triliun datang menghampiri. Itulah sosok Petral yang begitu menggerogoti Pertamina dan tidak memberikan kontribusi yang berarti.
Jika impor 400.000 BBM/day x 365 day = 246.000.000 barrel, itu setara dengan 39,3 miliar liter. Setara dengan 39,3 miliar liter x 0,76 = 29,3 miliar kg atau 29,3 juta ton. Jika diangkut dengan kapal berukuran 50.000 DWT, membutuhkan 599 kapal. Lalu siapa yang menikmati Bisnis Pelayaran, Bisnis Asuransi, Bisnis Jasa Freight Forwarding, LC Perbankan dan lainnya. Jadi Multiplier Effect dinikmati oleh Trader yang umumnya menggunakan Kapal Asing, Asuransi Asing, LC Bank Asing dan lainnya. Misal tarif LC 0,125% maka dengan Impor senilai Rp 245 triliun maka Perbankan akan menikmati jasa sebesar Rp 30,75 miliar. Kilang Minyak paling baru terakhir dibangun tahun 1994 atau dibangun jaman Presiden Soeharto atau 23 tahun yang lalu. Presiden sudah berganti 5 kali dari Habibie sampai Sby, Menteri BUMN sudah berganti berkali-kali, Dirut Pertamina sudah berganti berkali-kali tapi kilang minyak tidak bertambah. Indonesia makin banyak impor BBM.
Mengapa Indonesia tidak bangun Kilang Minyak?
Karena katanya dulu tidak punya uang, jualan BBM rugi IRR hanya 8%, resiko besar dan lainnya. Lebih enak Impor, makanya sering diberitakan ada Lingkaran Istana, Lingkaran Menteri, Lingkaran Direksi Pertamina yang terlibat Impor. Bahkan ada Eks Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo yang dipenjara karena Korupsi Impor Minyak. mungkin sebentar lagi akan menyusul Karen Agustiawan orangnya permaisuri Cikeas.
Ironisnya yang senang tiada kepalang adalah Singapura, Negeri kecil yang tidak punyak Minyak, tapi punya Kilang Minyak dengan Kapasitas sekitar 1,4 juta Barrel dengan Konsumsi Dalam Negeri Singapura hanya 150 ribu Barrel, artinya Singapura harus mencari Pasar Ekspor sekitar 1,25 Barrel agar Kilang Minyaknya tidak "menjadi besi tua". Maka Indonesia dengan potensi pasar impor BBM sebesar 400 ribu barrel/day adalah potensial, sudah besar pasarnya dekat pula jaraknya sehingga biaya logistik menjadi murah. Jika tahun 2025 nanti konsumsi BBM Indonesia bertambah menjadi sekitar 2,2 juta barrel dan kalau kapasitas kilang Pertamina tidak bertambah tetap 800 ribu barrel (tambah tua, tambah sering rusak, waktu operasi makin berkurang bisa produksi 700 ribu barrel di tahun 2025 sudah bagus).
Negeri ini berpuluh-puluh tahun dibiarkan tergantung Impor BBM karena kapasitas kilang BBM tidak ditambah. Bayangkanlah dengan Kapasitas Kilang yang dimiliki hanya 800 ribu Barrel sementara kebutuhan BBM mencapai 1,4 juta Barrel, lalu yang 600 ribu Barrel dari mana? Solusinya impor ! lalu Siapa yang diuntungkan ?
Perhatikan Tataniaganya :
Petral yang merupakan Anak Usaha Pertamina berubah menjadi lebih berkuasa dan strategis dibanding induknya Pertamina dengan mengontrol 60% impor BBM. Artinya Petral mengelola 60% pengeluaran Pertamina, Petral yang berdiri di Singapura dan tidak punya aset mengendalikan 60% Operasional Pertamina. Semua tahu dibalik Petral adalah para "Pemain" yang dekat dengan Elit Poltik. Mari berhitung di tahun 2012 (saat harga minyak mentah dunia kisaran US$ 100), jika kebutuhan impor 400 ribu Barrel/day x BBM impor rata2 US$ 140 x 365 hari x Rp 12.000 = Rp 245 triliun. Bagaimana tidak enak, hanya tinggal duduk dibelakang meja Proyek senilai Rp 245 triliun datang menghampiri. Itulah sosok Petral yang begitu menggerogoti Pertamina dan tidak memberikan kontribusi yang berarti.
Jika impor 400.000 BBM/day x 365 day = 246.000.000 barrel, itu setara dengan 39,3 miliar liter. Setara dengan 39,3 miliar liter x 0,76 = 29,3 miliar kg atau 29,3 juta ton. Jika diangkut dengan kapal berukuran 50.000 DWT, membutuhkan 599 kapal. Lalu siapa yang menikmati Bisnis Pelayaran, Bisnis Asuransi, Bisnis Jasa Freight Forwarding, LC Perbankan dan lainnya. Jadi Multiplier Effect dinikmati oleh Trader yang umumnya menggunakan Kapal Asing, Asuransi Asing, LC Bank Asing dan lainnya. Misal tarif LC 0,125% maka dengan Impor senilai Rp 245 triliun maka Perbankan akan menikmati jasa sebesar Rp 30,75 miliar. Kilang Minyak paling baru terakhir dibangun tahun 1994 atau dibangun jaman Presiden Soeharto atau 23 tahun yang lalu. Presiden sudah berganti 5 kali dari Habibie sampai Sby, Menteri BUMN sudah berganti berkali-kali, Dirut Pertamina sudah berganti berkali-kali tapi kilang minyak tidak bertambah. Indonesia makin banyak impor BBM.
Mengapa Indonesia tidak bangun Kilang Minyak?
Karena katanya dulu tidak punya uang, jualan BBM rugi IRR hanya 8%, resiko besar dan lainnya. Lebih enak Impor, makanya sering diberitakan ada Lingkaran Istana, Lingkaran Menteri, Lingkaran Direksi Pertamina yang terlibat Impor. Bahkan ada Eks Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo yang dipenjara karena Korupsi Impor Minyak. mungkin sebentar lagi akan menyusul Karen Agustiawan orangnya permaisuri Cikeas.
Ironisnya yang senang tiada kepalang adalah Singapura, Negeri kecil yang tidak punyak Minyak, tapi punya Kilang Minyak dengan Kapasitas sekitar 1,4 juta Barrel dengan Konsumsi Dalam Negeri Singapura hanya 150 ribu Barrel, artinya Singapura harus mencari Pasar Ekspor sekitar 1,25 Barrel agar Kilang Minyaknya tidak "menjadi besi tua". Maka Indonesia dengan potensi pasar impor BBM sebesar 400 ribu barrel/day adalah potensial, sudah besar pasarnya dekat pula jaraknya sehingga biaya logistik menjadi murah. Jika tahun 2025 nanti konsumsi BBM Indonesia bertambah menjadi sekitar 2,2 juta barrel dan kalau kapasitas kilang Pertamina tidak bertambah tetap 800 ribu barrel (tambah tua, tambah sering rusak, waktu operasi makin berkurang bisa produksi 700 ribu barrel di tahun 2025 sudah bagus).
Maka Indonesia butuh 1,4 juta barrel BBM. Nah, Singapura yang awalnya harus ekspor jauh-jauh agar kelebihan 1,25 juta barrel terserap (Indonesia 400 ribu dan 825 ribu negara lain), maka 100% bisa diekspor ke Indonesia. Makin kaya Singapura dan Indonesia makin sengsara karena impor minyak harus pakai Dollar, Agar punya Dollar harus ekspornya diatas impor agar punya devisa. Jika devisa kecil dan impor besar maka kurs rupiah akan jauh terhadap dollar, akibatnya impor minyak butuh uang lebih banyak lagi. Akibat lainnya impor produk/jasa lainnya juga akan semakin mahal, Harga HP mahal, harga Laptop mahal, harga obat mahal, harga pakaian mahal (bahan baku masih impor), semua serba mahal.
Itu masa lalu....!!
Sekarang...., Langkah berani Presiden Jokowi adalah membubarkan Petral lalu membangun kilang minyak dengan cara bangun kilang baru di Tuban 300 ribu barrel, di Bontang 300 ribu barrel, upgrading/RDMP di Cilacap, Balongan, Balikpapan dan lainnya maka di tahun 2025 diperkirakan Pertamina akan produksi BBM 2,2 juta barrel dengan sebagian besar sudah standar Euro 5. Bandingkan dengan kilang Singapura yang masih Euro 3. Dengan kampanye energi ramah lingkungan, suatu saat negara-negara yang impor BBM akan gunakan Euro 5. Singapore Closed file, hanya masalah waktu asalkan semangat kemandirian dan smart terus dipertahankan. (DennySiregar)
Itu masa lalu....!!
Sekarang...., Langkah berani Presiden Jokowi adalah membubarkan Petral lalu membangun kilang minyak dengan cara bangun kilang baru di Tuban 300 ribu barrel, di Bontang 300 ribu barrel, upgrading/RDMP di Cilacap, Balongan, Balikpapan dan lainnya maka di tahun 2025 diperkirakan Pertamina akan produksi BBM 2,2 juta barrel dengan sebagian besar sudah standar Euro 5. Bandingkan dengan kilang Singapura yang masih Euro 3. Dengan kampanye energi ramah lingkungan, suatu saat negara-negara yang impor BBM akan gunakan Euro 5. Singapore Closed file, hanya masalah waktu asalkan semangat kemandirian dan smart terus dipertahankan. (DennySiregar)